Jika kamu menggeluti dunia pengembangan atau software developer, maka bisa dikatakan istilah microservices ini cukup akrab denganmu. Sebagai salah satu pemodelan atau arsitektur dalam membuat sebuah aplikasi atau perangkat lunak, microservices memiliki beberapa karakteristik dan hal-hal lain yang membuatnya cukup populer di kalangan pengembang.
Sebelum kita membahas karakteristiknya, kita perlu tahu dulu apa itu microservices. Nah, mari kita simak bersama ulasan di bawah ini.
Apa itu microservices?
Contoh alur arsitektur microservices (Sumber: guru99.com)
Dilansir dari IBM, microservices merupakan sebuah pendekatan dalam dunia pengembangan di mana satu aplikasi dibuat dan terdiri dari banyak layanan kecil yang digabungkan secara longgar dan dapat digunakan secara independen.
Microservices atau arsitektur layanan mikro merupakan pendekatan arsitektur perangkat lunak berbasis cloud di mana satu aplikasi terdiri dari banyak komponen. Arsitektur microservices ini umumnya memiliki beberapa tumpukan teknologi mereka sendiri yang meliputi model basis data serta manajemen data.
Di samping itu, menurut AWS Amazon, microservices diartikan sebagai pendekatan arsitektur dan organisasional dalam pengembangan perangkat lunak di mana perangkat lunak itu terdiri dari beberapa layanan independen kecil. Layanan independen ini disebut demikian karena masing-masing dapat berkomunikasi melalui application programming interface (API) yang terdefinisikan dengan baik.
Dikarenakan bentuknya yang didukung berbagai layanan independen mikro, microservices pun dibangun atau dikembangkan secara sinergis dalam sebuah tim pengembang mandiri. Arsitektur microservices secara khusus memang bertujuan untuk membuat aplikasi lebih mudah diskalakan dan lebih cepat untuk dikembangkan. Adanya microservices diharapkan mampu meningkatkan kinerja aplikasi dan kemudahan inovasi serta mempercepat waktu pemasaran untuk fitur-fitur baru.
Baca Juga: DevOps: Tanggung Jawab, Skill-set, dan 5 Tools yang Harus Dikuasai
Kapan waktu yang tepat menggunakan arsitektur microservices?
Salah satu waktu yang tepat untuk menggunakan microservices adalah saat tim pengembang ingin mengelola aplikasi berbasis skalabilitas (Sumber: Pexels)
Menurut survei global yang dilakukan Bernd Ruecker dari Camunda, dikatakan bahwa pada 2018 terdapat 60% responden dari 354 perusahaan global tertarik untuk menggunakan arsitektur microservices dalam proses produksi layanan mereka. Alasan utamanya adalah karena microservices memungkinkan perusahaan mencapai waktu yang lebih cepat untuk mempromosikan dan memasarkan produk atau layanan baru.
Microservices sendiri telah dicoba dan diuji, serta diimplementasikan oleh banyak pelaku pasar termasuk Amazon, Twitter, Netflix, PayPal, dan banyak lagi. Microservices secara umum memang lebih ekonomis dan manageable karena tidak melibatkan pengembangan aplikasi sebagai satu kesatuan utuh. Rangkaian layanan yang dapat digunakan secara independen dalam microservices menjadi keunggulan utama arsitektur ini.
Berikut ini adalah situasi ideal yang tepat untuk menggunakan microservices.
- Saat tim pengembang ingin mengakomodasi skalabilitas, kelincahan, kemudahan pengelolaan, dan kecepatan pengiriman perangkat lunak.
- Saat tim pengembang bagian penulisan kode harus menulis ulang aplikasi lama dalam bahasa pemrograman tertentu atau dalam tumpukan teknologi terkini untuk mengikuti kebutuhan dan solusi bisnis modern.
- Saat tim pengembang memiliki aplikasi atau modul bisnis mandiri yang harus digunakan kembali di berbagai saluran seperti layanan login, opsi pencarian, fasilitas otentikasi, dan sebagainya.
- Saat perusahaan secara umum ingin membangun aplikasi (produk atau layanan) yang sangat gesit dan menuntut kecepatan pemasaran dan inovasi dalam waktu cepat.
Baca Juga: 6 Tahap Scrum yang Perlu Dijalankan Product Developer
Perbedaan microservices dengan monolitik
Perbedaan utama microservices dengan monolitik adalah independensi tiap layanan yang dapat digunakan secara mandiri (Sumber: n-ix.com)
Umumnya, microservices adalah kebalikan dari arsitektur aplikasi monolitik karena sifatnya dalam pelibatan kesatuan utuh dari layanan mikronya. Berikut ini adalah beberapa perbedaan mendasar antara microservices dan monolitik.
Microservices | Monolitik |
Setiap unit dari seluruh aplikasi dibentuk menjadi satuan mikro dan memberikan satu tujuan bisnis tertentu | Berbasis kode tunggal untuk semua tujuan bisnis |
Terdiri dari berbagai layanan mikro yang independen dan dapat digunakan secara mandiri | Terdiri dari satu kesatuan layanan yang sudah terintegrasi secara umum dalam aplikasi |
Layanan startup relatif cepat | Layanan startup membutuhkan lebih banyak waktu, terutama dikarenakan adanya integrasi layanan |
Jika terjadi kesalahan lebih mudah mengisolasi karena layanan bersifat paralel, sehingga layanan lain tetap berfungsi | Isolasi kesalahan sulit dilakukan karena bersifat seri, jika satu layanan atau fitur tidak berfungsi maka semua sistem akan mati |
Semua fitur dalam microservices harus digabungkan secara longgar agar adanya perubahan tidak memengaruhi fitur lain | Arsitektur monolitik digabungkan secara integratif dan erat, sehingga perubahan satu modul kode untuk satu fitur akan berpengaruh terhadap fitur utama |
Baca Juga: Rekomendasi 10 Kursus Docker Gratis Buat Kamu
Karakteristik microservices
Karakteristik microservices yang paling utama adalah memiliki berbagai fitur independen (Sumber: Pexels)
Beberapa karakter utama microservices sebenarnya telah disinggung di atas, namun agar lebih jelas maka berikut ini adalah beberapa karakteristik microservices yang bisa menjadi tumpuan arsitektur ini.
- Memiliki beberapa komponen/fitur, perangkat lunak yang dibangun dengan microservices memiliki independensi untuk tiap fitur atau komponennya, sehingga dapat dilakukan inovasi dan evaluasi untuk tiap komponen tanpa mengubah aplikasi utama.
- Relevan dengan bisnis, microservices memiliki relevansi dengan bisnis karena bisa dibangun dan diatur strateginya. Keselarasan pembangunan aplikasi berbasis microservices ini memudahkan pengembang untuk menyesuaikan kapabilitas dan prioritas bisnis dengan pembangunan pasar.
- Proses routing sederhana, microservices memiliki sistem klasik yang menerima permintaan, memprosesnya, dan menghasilkan respons sesuai evaluasi atau masukan. Hal ini membuat microservices dapat menunjang penerapan logika dan pengaliran informasi.
- Terdesentralisasi, salah satu karakter utama microservices adalah bentuknya yang terdesentralisasi. Hal ini dikarenakan metode tata kelola aplikasi terpusat tidak optimal, sedangkan microservices dengan sistem paralelnya dapat lebih mudah dikelola untuk tiap fiturnya.
- Evolusioner, arsitektur microservices amat ideal karena dapat terus berevolusi dan dikembangkan, baik secara partisi untuk tiap fitur maupun untuk evolusi utuh secara aplikasi.
Baca Juga: Software Engineer: Tanggung Jawab, Kualifikasi, dan Proyeksi Kariernya
Kelebihan dan kekurangan microservices
Salah satu kelebihan microservices adalah bentuknya paralel dan mudah dievaluasi (Sumber: Pexels)
Adapun kelebihan dan kekurangan microservices yang umum diketahui adalah sebagai berikut.
Kekurangan microservices | Kelebihan microservices |
Pengujian lebih rumit dan membosankan karena penyebaran kode terdistribusi untuk tiap fitur | Memberi kebebasan pada pengembang untuk mengenmbangkan dan menyebarkan fitur secara mandiri |
Peningkatan jumlah layanan atau fitur dapat mengakibatkan hambatan informasi dari masing-masing tim pengembang | Kode untuk fitur atau layanan yang berbeda dapat ditulis dalam bahasa pemrograman berbeda pula |
Arsitektur lebih kompleks dan tim pengembang harus mengurangi toleransi kesalahan, latensi jaringan, dan penanganan berbagai format pesan serta proses penyeimbanagn beban untuk tiap fitur | Integrasi lebih mudah dan penerapan otomatis untuk keberlanjutan inovasi lebih fleksibel |
3 Tools dalam microservices
Docker adalah salah satu alat yang dapat digunakan dalam menguji microservices (Sumber: docker.com)
Ada beberapa tools yang dapat digunakan untuk membangun atau menguji microservices. Beberapa di antaranya telah akrab di telinga pengembang perangkat lunak. Adapun ketiga tools ini antara lain.
- Docker, layanan ini dapat memungkinkan pengembang untuk membuat, menyebarkan, dan menjalankan aplikasi dengan menggunakan kontainer atau wadah sebagai basis data dari pemrograman aplikasi. Kamu bisa mengunduhnya lewat tautan berikut ini.
- Prometheus, sebagian besar sistem pemantauan atau pengujian microservices dirancang untuk lingkungan aplikasi statis dengan jumlah node yang rendah. Hal ini tentu saja tidak lagi relevan karena diperlukan pemantauan microservices dengan berbagai fitur lebih kompleks. Untuk itu, kamu bisa menggunakan Prometheus sebagai open source yang mudah digunakan dan dirancang sesuai topologi aplikasi model distributif dan dinamis meski terdiri dari sejumlah besar node. Kamu bisa mengunduhnya lewat tautan berikut ini.
- Wiremock, untuk dapat menguji microservices dengan fleksibel dan menjangkau berbagai fitur layanan dengan baik, kamu bisa menggunakan Wiremock. Wiremock secara umum berkedudukan sebagai sebuah library yang dapat menerima permintaan tertentu dan melakukan konfigurasi respons untuk aplikasi. Kamu bisa mengunduhnya di sini.
Baca Juga: Docker Adalah: Pengertian, Cara Kerja, dan 7 Kegunaannya
Itulah tadi berbagai hal tentang microservices yang perlu kamu ketahui sebelum terjun di bidang pengembangan aplikasi atau perangkat lunak.
Bagi kamu yang penasaran dan ingin berkarier di bidang ini, maka sebaiknya kamu memulai langkahmu bersama EKRUT. Dengan mendaftar lewat EKRUT, kamu akan mendapatkan kesempatan untuk direkrut berbagai perusahaan yang tengah mencari bagian dari tim pengembang perangkat lunak mereka.
Siapkan CV terbaik milikmu dan mendaftarlah lewat EKRUT untuk menemukan berbagai lowongan kerja yang kredibel. Silakan klik tautan di bawah ini untuk mendaftar lewat EKRUT.
Sumber:
- ibm.com
- dzone.com
- smartbear.com