Pernahkah kamu bercerita tentang kesusahanmu di kantor pada seorang teman? Lalu teman itu menyarankan kamu untuk berpikir positif. Sementara kamu tidak merasa lega dengan saran itu dan malah kecewa. Itulah yang dinamakan toxic positivity. Kamu harus berhati-hati dengan keadaan ini dan mungkin disarankan mencari teman baru agar tidak berdampak buruk terhadap psikologismu. Untuk memberi kamu gambaran yang lebih lengkap terkait pengertian, ciri, dan cara mengatasi toxic positivity ini, kamu bisa ikuti ulasannya berikut.
Baca juga: Apa Itu Toxic Work Environment? Inilah 5 Tanda Perusahaan dengan Budaya Kerja Buruk!
Apa itu toxic positivity?
Toxic positivity bisa diartikan seperti pura-pura bahagia padahal sedih-EKRUT
Sederhananya toxic positivity adalah budaya yang menyarankan dirimu untuk selalu melihat keadaan dari sisi positifnya apapun yang terjadi. Pikiran negatif akan dimatikan dengan saran-saran yang seolah membangun seperti ungkapan stay positive, don’t give up dan everything will be ok padahal tatkala kamu mendengar saran itu mungkin kamu merasa muak.
Dari sini kita belajar bahwa segala hal yang berlebihan itu memang tidak baik, termasuk di dalamnya saran-saran yang memaksamu untuk selalu berpikir positif terhadap segala sesuatu. Kenapa? Sebab saat kamu terhipnotis dengan saran tersebut, otakmu akan merespon bahwa semuanya mungkin baik-baik saja. Mematikan respon kewaspadaan terhadap keadaan buruk yang sebenarnya bisa saja terjadi.
Selain itu, bila emosi negatif ini terus diredam dengan doktrin-doktrin ini perlahan akan semakin besar dan menimbulkan stres yang berkepanjangan. Ingat bahwa secara evolusi manusia memang tidak diciptakan untuk selalu merasa bahagia dan positif, bukan? Tak jarang bila doktrin toxic positivity ini telah melekat dalam diri akan membuatmu menjadi orang yang terus berpura-pura bahagia sepanjang waktu, tentunya ini melelahkan.
Baca juga: Mengenal emotional intelligence dan cara meningkatkannya
Dampak yang ditimbulkan toxic positivity bagi kesehatan mental
Dampak terburuk dari toxic positivity yakni membuatmu stress berkepanjangan-EKRUT
Beberapa alasan mengapa karyawan tidak boleh bersikap dan memiliki sikap toxic positivity telah diungkapkan dimuka. Lebih dari itu beberapa dampak lain dari toxic positivity adalah:
Isolasi dan mempengaruhi relasi
Dengan menyangkal emosi negatif, sebenarnya kamu secara tidak sadar telah kehilangan koneksi dengan diri sendiri karena membohongi dirimu bila semuanya baik-baik saja.
Keadaan ini ujungnya akan mempersulitmu terhubung dengan orang lain. Ingat, bila kamu tidak bisa jujur terhadap diri sendiri bagaimana kamu bisa mempercayai orang lain dalam kehidupan?
Jenis emosional yang palsu ini hanya akan membentuk keintiman palsu dan persahabatan yang dangkal.
Menimbulkan rasa malu
Penulis dan peneliti Brene Brown mengatakan bila sumber dari rasa malu yakni kerahasian, penilaian dan keheningan. Dengan kata lain bila dalam diri seseorang terdapat rahasia, dan penyangkalan pasti itu karena rasa malu. Pelaku toxic positivity mereka menyangkal emosi negatif yang mereka miliki, agar tidak terlihat buruk di depan orang lain. Pada akhirnya bila rasa emosi ini meluap mereka akan malu dan bersembunyi dari keadaan itu. Cara menanyakan kamu memiliki rasa malu atau tidak adalah ungkapan,”Jika mereka tahu bahwa saya…. Apa yang akan mereka pikirkan?” atau “Sesuatu yang tidak ingin saya tahu tentang saya adalah….?”
Berujung membuatmu tidak waras
Dampak terakhir dari adanya toxic positivity adalah pengelolaan rasa stress yang buruk. Padahal pengungkapan emosi dengan mengucapkan sesuatu atau melakukan sesuatu bisa membuat pikiran menjadi lebih waras, sehat, dan melegakan ketegangan atas penindasan keadaan. Oleh karena itu, hormatilah dirimu dengan merangkul semua emosi negatif dan positif agar kamu memiliki mental yang kuat.
Baca juga: Sabar, begini 9 cara mengendalikan emosi di tempat kerja
Contoh doktrin toxic positivity
Saat kamu sedih, mungkin temanmu sering mengatakan jangan pikirkan tentang itu, tetaplah positif itu bentuk toxic positivity-EKRUT
Kamu bisa saja menjadi korban atau pelaku toxic positivity. Itu sebabnya agar kamu tidak menjadi salah satunya darinya coba perhatikan contoh ungkapan toxic positivity ini dan cara menghindarinya.
- Ungkapan “Jangan pikirkan tentang itu, tetaplah positif,” ini adalah bentuk ungkapan toxic positivity. Sebaliknya ungkapan yang benar bila kamu diminta mendengarkan dari masalah temanmu yakni, ”Jelaskan apa yang kamu rasakan, saya akan mendengarnya.”
- “Jangan terlalu khawatir, tetaplah bahagia,” ini termasuk ungkapan toxic positivity. Ungkapan yang baik harusnya memiliki nada, “Aku tahu kamu benar-benar stres. Apa yang bisa kulakukan?”
- “Jika aku bisa melakukannya tentu kamu juga bisa,” ini adalah salah satu ungkapan toxic positivity yang kerap kali terdengar. Padahal ada ungkapan lain yang lebih rasional dari itu yakni, ”Cerita tiap orang, kemampuannya, keterbatasannya berbeda-beda dan itu tidak masalah.”
- “Segala hal yang terjadi memiliki alasan,” ungkapan toxic positivity. Kamu bisa menggantinya dengan ungkapan yang lebih baik,”Bagaimana saya bisa mendukung kamu di masa sulit ini?”
Baca juga: Tahan emosi, begini strategi hadapi rekan kerja yang nyebelin
Cara mengatasi toxic positivity
Biarkan dirimu bersedih sebagai suatu cara untuk memberiakanmu dirimu memiliki emosi yang sehat-EKRUT
Keadaan toxic positivity ini bisa terjadi dalam setiap situasi dan kondisi baik itu di rumah atau kantor. Agar tidak berlanjut berikut cara mengatasi toxic positivity:
- Jangan mengusir perasaan negatif. Sangat normal bila kamu merasa marah, sedih, frustasi, putus asa atas masalah yang kamu punya tapi tidak dengan menghindarinya namun menghadapinya dengan solusi.
- Identifikasi dan koreksi kesalahan berpikir kognitif. Tidak semua pemikiran negatif itu buruk, kamu harus bisa mengidentifikasi dan membedakannya. Contoh kamu selalu berpikir negatif terhadap orang lain, itu bagus di satu sisi untuk membuatmu lebih waspada terhadap orang asing yang bisa menyakitimu.
- Ekspresikan emosi secara konstruktif. Mungkin kamu sering merasa ceritamu tidak didengar oleh pasangan, teman atau keluarga. Tak apa, kamu bisa mengekspresikan emosi itu ke dalam medium lain seperti menggambar, atau membuat jurnal pribadi. Terkadang menulis bisa memperbaiki keadaan.
Pada akhirnya menjadi pribadi yang apa adanya adalah ungkapan terbaik untuk mencintai diri sendiri.
Baca juga: 6 Cara memotivasi diri sendiri ini bantu kamu kembali semangat
Jangan terlalu memaksakan diri untuk sempurna di hadapan orang lain, tapi sempurnakanlah dirimu sendiri dengan merangkul emosi yang kamu miliki. Dengan begitu kamu bisa menghindari toxic positivity.
Sumber:
- Thetab.com
- Thepsychologygroup.com
- Thehealthsession.com
- Psychologytoday.com