Bank Indonesia (BI) resmi menerapkan standar kode QR yang disebut QR Code Indonesian Standard (QRIS) mulai tahun 2020 ini. Standardisasi kode QR ini ditujukan untuk mempermudah pembayaran melalui aplikasi uang elektronik server based, dompet elektronik, atau mobile banking.
QRIS sendiri sebelumnya sudah diluncurkan pada tanggal 17 Agustus 2019 yang lalu, namun penerapannya baru efektif secara nasional dimulai pada tanggal 1 Januari 2020 ini agar menyediakan masa transisi bagi para Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP).
Dalam laman resmi Bank Indonesia, disebutkan bahwa standar kode QR ini telah disusun oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).
QR ini diproses dengan menggunakan standar internasional untuk menciptakan sistem pembayaran yang interkoneksi dan interoperabilitas.
Menurut Ria Swandito, Asisten Direktur Divisi Perizinan SP dan Elektronifikasi KPw Bank Indonesia DKI Jakarta, ada empat kelebihan QRIS sesuai dengan konsep Unggul yang diusung, yakni:
- Universal - dapat digunakan semua lapisan masyarakat dalam transaksi baik di dalam atau luar negeri
- Mudah - transaksi mudah dan aman lewat ponsel di genggaman
- Untung - pembeli dan penjual akan untung karena transaksi lebih efisien.Satu kode QR untuk semua aplikasi
- Langsung - Tidak menghabiskan banyak waktu
Dalam penggunaanya, QRIS akan mempermudah cara bayar yang sudah ada karena menjembatani para pengguna aplikasi pembayaran yang berteknologi QR untuk bertransaksi di seluruh merchant layanan dompet digital yang terdaftar di BI.
Contoh sederhananya, sekarang pelanggan hanya perlu memindai satu kode QR untuk pembayaran di semua layanan dompet digital seperti LinkAja, GoPay, OVO atau Dana.
Berbeda dengan sebelumnya di mana pada satu toko biasanya terdapat berbagai QR Code untuk masing-masing aplikasi yang berbeda.
Baca juga: Ketahui kelebihan dan kekurangan cashless agar lebih cermat
Penyedia layanan pembayaran digital wajib adopsi QRIS mulai 2020
Semua layanan pembayaran non tunai harus menyesuaikan kode QR mereka - EKRUT
Dengan adanya aturan dari BI tersebut, penyedia layanan pembayaran non tunai seperti GoPay, OVO, LinkAja, dan DANA wajib mengadopsi QRIS di tahun 2020 ini.
Sejauh ini OVO telah menerapkan standar kode QR tersebut di sekitar 100 ribu mitra penjualnya dengan sosialisasi dilakukan secara bertahap.
LinkAja menyebutkan bahwa mereka juga masih secara progresif mengubah semua kode QR statis mereka ke sistem baru tersebut.
GoPay pun telah mendaftarkan hampir semua mitra dagang mereka dan telah membantu migrasi adopsi QRIS sejak Juli 2019 lalu.
Sementara itu, menurut catatan Bank Indonesia, total ada sekitar 1,6 juta toko yang telah mengadopsi QRIS saat ini.
Baca juga: Bank Indonesia akan tetapkan biaya transaksi dompet digital
Biaya transaksi 0,7 %
Tarif yang dikenakan pada transaksi pembayaran melalui QRIS lebih rendang dibanding kartu debit dan kredit - EKRUT
Perlu diketahui bahwa Bank Indonesia mengenakan tarif Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0,7 % kepada penjual atau merchant untuk setiap transaksi menggunakan kode QR tersebut.
Tarif tersebut masih dinilai lebih murah dibandingkan tarif yang dikenakan pada transaksi menggunakan kartu debit atau kartu kredit.
Berdasarkan aturan mengenai Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), pedagang dikenakan tarif 0,15% untuk transaksi on us dan 1 % off us untuk pembayaran dengan kartu debit dan kredit.
Sejauh ini penyedia layanan pembayaran dompet digital seperti LinkAja dan GoPay tidak melihat tarif ini sebagai beban baik untuk bisnis mereka atau mitra dagang mereka.
Menurut Putri Dianita, kepala komunikasi korporat LinkAja, pengenaan biaya transaksi tersebut akan kembali kepada pedagang, apakah akan dimasukkan sebagai komponen harga kepada konsumen atau tidak.
Meski demikian menurutnya karena nilai transaksi rata-rata menggunakan uang elektronik tidak terlalu besar rasanya pedagang tidak akan keberatan menanggung biaya transaksi tersebut.
Sementara itu, ekonom digital dan direktur eksekutif Indonesia ICT Institute Heri Sutadi justru mengatakan bahwa praktik cashless adalah konsep yang relatif baru di Indonesia.
Oleh karena itu sebaiknya bank sentral tidak mengeluarkan peraturan yang dapat membebani industri dan pengembangan e-wallet ke depan.
Hal serupa juga dilontarkan oleh Ikhsan Ingratubun selaku Ketua Asosiasi UMKM Indonesia. Ia mengharapkan adanya pembebasan tarif.
Pasalnya, secara alamiah pelaku UMKM akan memilih untuk tidak menggunakan layanan pembayaran melalui kode QR tersebut.
Rekomendasi bacaan:
- OVO dan DANA dikabarkan akan bergabung pada 2020
- LinkAja gandeng Kredivo hadirkan layanan PayLater
- GoPay akan luncurkan GoPark sebagai metode pembayaran parkir
Sumber:
- kr-asia.com
- katadata
- kompas.com