Startup platform pemesanan hotel asal India, OYO, kembali melakukan pengurangan karyawan. Setelah melakukan PHK karyawan di beberapa area seperti India dan Cina, kini giliran karyawan OYO di area Amerika Serikat yang dirumahkan.
Pemangkasan jumlah karyawan OYO di Amerika Serikat tersebut mencapai total 360 orang atau sekitar lebih dari sepertiga jumlah keseluruhan staf yang ada.
PHK tersebut terjadi di berbagai level kategori pekerjaan. Mulai dari lead talent acquisition, business development manager, hingga general area manager yang ada di area California dan Florida.
Langkah pengurangan jumlah karyawan ini disebut oleh Abhinav Shinha, Chief operating officer OYO dalam surat edaran kepada tim di Amerika sebagai bagian dari cara untuk mencapai sasaran strategis perusahaan tersebut di tahun 2020.
Adapun sasaran strategis OYO di Amerika Serikat pada tahun 2020 akan diwujudkan dengan melakukan tiga perubahan yakni membangun profitabilitas yang terukur melalui investasi teknologi, menyelaraskan kembali rencana jaringan OYO, dan memusatkan pelaksanaan beberapa proses untuk membangun tim yang lebih efisien.
OYO sendiri sebelumnya mengklaim telah memperluas jaringannya menjadi lebih dari 19.000 kamar di lebih dari 250 hotel yang tersebar di lebih dari 30 negara bagian di Amerika serikat.
Perubahan model bisnis OYO di Amerika Serikat
Ada beberapa hal yang diubah dalam model bisnis OYO di Amerika Serikat - EKRUT
Selain PHK, OYO sendiri dikabarkan telah mengubah model bisnisnya di Amerika Serikat pada akhir Januari lalu. Salah satunya dengan memberlakukan tarif perbaikan properti pada pelaku bisnis perhotelan yang berada pada jaringan mereka.
Bila dulunya pelaku bisnis perhotelan dapat memperbaiki properti mereka secara gratis, kini biaya perbaikan tersebut akan langsung dipotong OYO dari pendapatan hotel mereka.
Selain itu, pengusaha yang kontraknya diakhiri oleh OYO karena suatu alasan harus membayarkan pendapatan OYO yang hilang tersebut selama tiga tahun setelah pembatalan kontrak berlangsung.
OYO juga dikabarkan menawarkan jaminan pendapatan yang lebih rendah kepada pemilik hotel.
Model bagi hasil antara properti dan jaringan pun menjadi hal yang penting pada model bisnis perusahaan tersebut, dengan pembagian pendapatan berkisar antara 7 hingga 13%.
Kabar lain juga menyebutkan bahwa sebelumnya OYO di cabang Amerika Serikat telah melakukan perekrutan berlebihan pada peran dan tugas yang sebetulnya hampir sama.
Hal tersebut justru membuat kerja karyawan tidak efektif dan justru menghabiskan uang perusahaan.
Baca juga: Kontroversi manajemen bisnis OYO, akankah seperti WeWork?
Bukan kali pertama
OYO telah melakukan PHK terhadap karyawan di beberapa negara - EKRUT
OYO memang tengah mengalami guncangan dalam beberapa bulan terakhir. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tindakan PHK yang dilakukan OYO sudah pernah terjadi di awal tahun 2020 kemarin terhadap sekitar 1.800 karyawan yang berada di China dan India.
Pemangkasan tersebut dilaporkan Bloomberg telah menimpa 5% dari total karyawan di China dengan alasan non-performance. Sementara 12% dari total staf di India juga diberhentikan dengan jumlah yang diprediksi akan bertambah selama tiga hingga empat bulan ke depan.
Di India yang menjadi rumah sekaligus pasar terbesarnya, OYO dikabarkan merugi karena dianggap meremehkan kualitas layanan demi pertumbuhan yang cepat.
Para ahli menyebutkan bahwa OYO terlalu berfokus peningkatan jumlah properti tanpa mengindahkan standar hotel dan pengelolaan yang tepat.
Selain itu OYO dinilai terlanjur menghabiskan banyak uang untuk menarik pelanggan dengan diskon besar-besaran. Padahal, tindakan ini justru menurunkan kualitas pelanggan yang datang.
Sementara itu, di China, OYO sempat dihadapkan pada protes dari para pemilik hotel yang menuduh startup tersebut telah melanggar perjanjian kontrak.
Kini, startup yang mengklaim sebagai jaringan hotel terbesar ketiga di dunia ini disebut-sebut mengalami kerugian yang cukup besar. Kerugian bersih yang tercatat pada akhir Maret 2019 lalu saja mencapai 332 juta USD.
Akankah kerugian ini terus berlanjut hingga beberapa waktu ke depan?
Rekomendasi bacaan:
Sumber:
- Kr-Asia.com
- Skift.com
- Bloomberg.com