Pernahkah kamu menemukan situasi di mana harga suatu komoditas barang melejit dan membuat banyak orang berlomba untuk membeli barang tersebut untuk kemudian dijual kembali demi mendapat laba yang besar?
Situasi ini adalah contoh fenomena monkey business yang kerap terjadi di tengah masyarakat. Jika kamu belum mengenal dan memahami istilah tersebut, mari simak ulasan mengenai apa dan bagaimana monkey business berikut ini.
Baca juga: Fraud Triangle dan jenis kecurangan di tempat kerja
Apa itu monkey business?
Monkey business merupakan salah satu penipuan keuangan berbasis spekulasi harga maupun proyeksi keuntungan (Sumber: Pexels)
Bila merujuk pada pengertian yang diberikan oleh Cambridge Dictionary, monkey business adalah sebuah perilaku tidak jujur atau ilegal. Monkey business juga dapat didefinisikan sebagai salah satu strategi bisnis kotor yang digunakan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara meningkatkan keuntungan meski dengan cara penipuan.
Bagaimana cara kerja monkey business ini? Dikutip dari laman The Basis Point terdapat perumpamaan model bisnis gelap ini melalui cerita berikut.
Suatu ketika di sebuah desa, seorang pria datang lalu mengumumkan kepada warga bahwa ia akan membeli monyet liar dari warga dengan harga masing-masing 10 USD.
Penduduk desa tersebut pun lantas mencari dan mulai mengumpulkan monyet liar yang memang banyak jumlahnya dan menjadi hama di lingkungan tersebut. Penduduk desa pun menjual monyet-monyet tadi kepada pria itu dengan harga 10 USD.
Sementara persediaan monyet di desa itu mulai berkurang, pria itu pun datang lagi dan mengatakan kepada penduduk desa bahwa ia akan membeli lagi masing-masing monyet dengan harga 25 USD.
Pria tersebut terse meningkatkan penawarannya dan mengatakan akan membeli masing-masing monyet dengan harga 50 USD. Namun, saat itu penduduk desa sudah semakin sulit menemukan monyet liar karena sudah banyak terjual kepada pria tadi.
Suatu ketika pria tersebut harus pergi ke desa dan proses jual beli pun ia serahkan kepada asistennya yang akan membeli monyet-monyet tersebut.
Saat transaksi berlangsung, asisten pria tadi justru memberi penawaran baru bagi para penduduk. Ia mengatakan bahwa ia akan menjual semua monyet yang ada di kandang dengan harga 35 USD, dan nantinya penduduk bisa menjual monyet itu kepada pria tadi saat ia kembali ke desa tersebut dengan harga lebih tinggi, yaitu 50 USD.
Penduduk desa pun tergoda dengan iming-iming laba yang besar dan mulai mengumpulkan tabungan untuk membeli kembali monyet-monyet liar yang dulunya telah mereka jual kepada pria tadi. Sayangnya, setelah penjualan terjadi, pria tadi beserta asistennya tidak pernah terlihat kembali ke desa dan penduduk desa akhirnya merugi.
Monyet liar kembali banyak di desa itu, sementara penduduk desa sudah telanjur kehilangan uang mereka karena menjual dan membeli monyet-monyet yang mereka cari sendiri itu.
Dalam cerita di atas dapat terlihat bahwa iming-iming mendapatkan laba yang besar membuat penduduk desa rela melakukan panic buying untuk membeli kembali monyet yang telah mereka tangkap untuk dijual kembali. Padahal, mereka sebenarnya telah tertipu dengan strategi penawaran yang dilakukan oleh pria beserta asistennya tersebut.
Baca juga: Kenali 5 contoh barang substitusi untuk inspirasi bisnismu
Mengapa monkey business dapat terjadi?
Kenaikan harga tanaman hias, ikan hias, hingga beberapa hal lain secara tiba-tiba adalah salah satu potensi monkey business (Sumber: Pexels)
Menurut profesor psikologi dari Yale University, Laurie Santos, dalam berbagai eksperimen umumnya psikologis monyet dan manusia memiliki kecenderungan yang sama dalam menghadapi risiko atau kerugian. Hal ini yang membuat adanya pikiran dengan dorongan untuk mengambil risiko kerugian yang lebih besar hanya untuk kesempatan atau potensi yang lebih besar pula.
Hal ini dapat dimisalkan ketika harga saham jatuh atau harga rumah terjun bebas. Beberapa orang akan mengharapkan keuntungan, namun beberapa lainnya memilih berhati-hati. Beberapa yang lain akan mengambil banyak risiko. Sedangkan di sisi lain, seorang pemegang saham berspekulasi bahwa harga saham itu akan naik lagi, dengan alasan enggan kehilangan.
Banyak orang ingin menabung, tetapi tindakan mengambil uang dari gaji untuk ditabung bisa terasa seperti kerugian. Hal ini lantas dapat mendorong seseorang untuk enggan menabung, padahal kita tahu bahwa sebenarnya seseorang itu bisa dan mampu menabung dengan besaran gajinya. Keputusan-keputusan manusia tentang uang ini seringkali tampak irasional dan dapat menyebabkan keputusasaan. Laurie Santos menyebut hal ini sebagai monkeynomics.
Lantas, mengapa hal ini dapat mendasari seseorang terjebak dalam monkey business? Jawabannya tentu bersumber pada satu hal, spekulasi. Pertama, orang akan terdorong untuk mengambil keuntungan dengan risiko besar tetapi tampak lebih nyata dan cepat terjadi. Kedua, seseorang tidak akan sadar bahwa mereka sedang terjebak dalam suatu sistem karena proyeksi mereka akan keuntungan umumnya membuat perilakunya sulit diprediksi.
Secara umum, kecenderungan untuk menguntungkan diri sendiri dan setelah itu lari sambil meninggalkan kerugian pada orang lain adalah perilaku utama dari monyet. Di mana ia akan lari ketika telah mendapatkan keuntungan, dalam hal ini seperti misalnya makanan dan sebagainya. Sedangkan di sisi lain terdapat orang-orang yang seringkali tidak mampu berpikir rasional saat mendapat tawaran bisnis dengan keuntungan instan.
Baca juga: 6 Alasan pentingnya menjaga keamanan data pribadi
8 Contoh fenomena monkey business di kehidupan nyata
Monkey business menyasar orang-orang awam yang tidak memahami spekulasi ekonomi dan amat berorientasi pada keuntungan (Sumber: Pexels)
Fenomena monkey business dapat ditemukan dalam kehidupan nyata. Beberapa contoh praktik monkey business itu antara lain adalah sebagai berikut:
1. Fenomena gelombang cinta
Masih ingat fenomena tanaman raksasa Gelombang Cinta? Sekitar tahun 2006 hingga 2008, tanaman yang satu ini sangat populer di tengah masyarakat. Tak hanya itu, harganya pun dibanderol dengan nilai hingga ratusan juta rupiah untuk satu pot tanaman.
Banyak orang menyangka bahwa tanaman hias ini bisa jadi salah satu investasi jangka panjang. Akan tetapi, kini harganya turun drastis. Bila kami cek di marketplace, harga tanaman tersebut berada di kisaran puluhan hingga ratusan ribu rupiah saja saat ini.
2. Batu akik
Sekitar tahun 2015 hingga 2016, masyarakat kembali dibuat kaget dengan harga batu akik yang melambung tinggi hingga mencapai jutaan rupiah untuk satu cincinnya. Bahkan, di beberapa wilayah banyak bermunculan sentra batu akik yang menjual beragam batu hias tersebut. Kini, bila kamu coba lihat di berbagai situs jual beli online, harga batu akik ada di angka puluhan hingga ratusan ribu saja.
3. Tanaman janda bolong
Tak cukup sampai di sana, fenomena monkey business kembali muncul di tahun 2019 hingga 2020 lewat tanaman hias janda bolong. Tanaman yang memiliki nama latin Monstera adansonii variegata ini memang merupakan tanaman hias unik karena bagian daunnya berlubang.
Saat tanaman ini viral, harga satu tanaman janda bolong bisa mencapai Rp 90 juta dan bisa mencapai Rp 120 juta untuk jenis tanaman janda bolong Monstera Obliqua. Tak sedikit masyarakat yang berlomba untuk berburu tanaman ini, hingga membelinya untuk sekadar investasi. Namun tentu saja, pola bisnis musiman ini tidak memiliki stabilitas harga yang baik, dan cenderung turun drastis dalam waktu singkat.
4. Ikan Arwana
Masih dari era tahun 2000-an, geliat ikan hias merajai pasar hewan hampir di seluruh Indonesia. Saat itu target pasar dari gejolak bisnis ikan hias ini menyasar hampir seluruh lapisan generasi, dari anak-anak hingga orang dewasa. Beberapa di antaranya adalah meningkatnya permintaan terhadap ikan Louhan, ikan Koi, dan ikan Arwana. Ikan Arwana pernah menjadi komoditas berharga tinggi dengan pengelolaan khusus karena sifatnya yang pemakan ikan lain serta muncul gengsi untuk memajang ikan ini di restoran maupun pertokoan kala itu membuat harganya melambung tinggi.
5. Tokek
Hewan tokek yang umum ditemui di rumah-rumah penduduk ini pernah menjadi primadona dan tren bisnis yang cukup absurd menjelang tahun 2010. Dilansir Kompas.com, kasus monkey business terkait Tokek ini pun menyasar berbagai desa di NTT. Di mana pernah ada warga Desa Daleholu di Kabupaten Rote Ndao sibuk mencari Tokek karena ada kabar bahwa harga tokek mencapai Rp 30 juta untuk ukuran tiga ons.Saat itu kabar tentang harga tinggi Tokek juga didukung dengan kabar lain seperti Tokek bisa menjadi obat tumor, gatal-gatal, hingga HIV/AIDS. Nahasnya, di beberapa tempat kasus ini justru memicu tingginya nyamuk demam berdarah dan menyebabkan peningkatan jumlah pasien DBD saat itu.
6. Burung Lovebird
Nah, kasus yang satu ini masih terjadi setidaknya hingga tahun 2020 lalu. Kabar tentang burung lovebird yang diburu kolektor dan ditawar dengan harga tinggi membuat hewan ini dirawat bak perhiasan hidup oleh beberapa pemiliknya. Tak jarang berita tentang pencurian burung lovebird juga tersiar dari hari ke hari. Beberapa jenis lovebird memang dikenal jagoan dalam hal berkicau, hal ini yang menjadi modal untuk meningkatkan harga burung ini hingga berkisar belasan hingga puluhan juta.
7. Arisan berbasis aplikasi
Contoh monkey business yang belakangan lebih melek teknologi adalah arisan berbasis aplikasi. Arisan ini umumnya tersebar dari keluarga ke keluarga dengan bentuk aplikasi tertentu di mana seseorang mendapat iming-iming bunga yang tinggi setelah menanamkan uang arisan dalam jangka waktu beberapa bulan. Dengan metode dari mulut ke mulut dan memiliki bukti fisik berupa aplikasi dengan data tertentu di dalamnya, arisan ini umumnya tidak memberi kabar lagi setelah mendapat beberapa “investor” dalam jumlah tertentu.
8. Aplikasi Trader fiktif
Hampir serupa dengan arisan online, aplikasi trading fiktif juga umum ditemui lewat iklan maupun berbagai langkah meyakinkan dari para sales mereka. Aplikasi ini memiliki sistem untuk menghasut calon pelanggan secara persuasif untuk berinvestasi lewat aplikasi tersebut dengan beberapa syarat dan proyeksi keuntungan tertentu. Namun, seperti umumnya trading bodong, aplikasi ini nyata-nyatanya tidak terdaftar resmi sebagai fasilitator trading, alih-alih menguntungkan, aplikasi ini justru membuat rugi para investor.
Baca juga: 11 Skills yang dibutuhkan setiap ahli Cybersecurity
Pelajaran dari fenomena monkey business
Monkey business mengajarkan kita untuk bersikap skeptis terhadap peluang ekonomi secara holistik (Sumber: Pexels)
Hal utama yang dapat diambil dari fenomena monkey business adalah sikap kritis dan skeptis terhadap berbagai tawaran pengembangan keuangan lewat berbagai produk atau metode. Monkey business bisa menjebak seseorang dengan iming-iming keuntungan tinggi yang sebenarnya hampir tidak masuk akal jika dilihat dari logika ekonomi. Hal ini dapat dimisalkan dari contoh bunga investasi yang besar, atau lonjakan harga yang tidak masuk akal.
Hampir semua komoditas ekonomi di pasaran memiliki kecenderungan naik atau turun secara perlahan. Jadi, jika ada kenaikan drastis dalam waktu singkat maka bisa diprediksi bahwa kenaikan itu hanya disebabkan oleh tren sesaat dan akan turun dalam waktu singkat pula. Untuk itu, sebagai spekulan atau pelaku ekonomi kita harus waspada dan banyak memperhitungkan risiko daripada terbutakan oleh proyeksi keuntungan semata.
Perlu diketahui bahwa kenaikan harga yang tidak wajar untuk beberapa komoditas ini dikarenakan permainan spekulan yang menggoreng harga sehingga menjadi mahal dan langka. Selain itu, dampak dari monkey business adalah kerugian yang mungkin dialami oleh pedagang.
Peneliti LIPI, Yuzammi mengatakan bahwa harga-harga tersebut tidak masuk akal dan banyak masyarakat salah menilai tentang tanaman tersebut. Terlebih karena tanaman ini bukan tanaman langka dan bisa didapatkan dengan mudah. Sehingga dengan begitu, ada baiknya saat menghadapi fenomena monkey business ini seseorang tidak turut terbawa histeria dengan melakukan pembelian komoditas yang memang sedang naik harganya.
Baca juga: Kenali manfaat dan prinsip etika bisnis dalam perusahaan
Terkecuali apabila kamu memang memiliki hobi untuk memelihara atau menjadi kolektor komoditas tersebut, maka tidak ada salahnya untuk membelinya, Namun, tetap pastikan keputusan untuk membeli itu sudah didasari atas pertimbangan yang matang. Jika tak yakin untuk membeli, lebih baik gunakan uangmu untuk menabung atau berinvestasi ke hal-hal lain yang lebih memiliki prospek ke depannya.
Sumber:
- Kompas.com
- BBC Worklife
- The Basis Point