Iuran BPJS Kesehatan batal naik. Hal ini berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) atas judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Andi Samsan Nganro selaku juru bicara MA mengatakan bahwa, pasal 34 ayat 1 dan 2 pada Perpres no 75 tahun 2019 tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Sebelumnya berdasarkan Peraturan Presiden no 75 tahun 2019, iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan dengan rincian:
- Kelas I mengalami kenaikan dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu
- Kelas II mengalami kenaikan dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu
- Kelas III mengalami kenaikan dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu
Rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut sudah berlaku sejak 1 Januari 2020.
Baca juga: Sudah tahu plus minus BPJS Kesehatan?
Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sendiri dimulai dari protes yang diajukan oleh Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang merasa keberatan dengan iuran BPJS saat ini.
Dengan adanya keputusan iuran BPJS Kesehatan yang batal naik ini berarti, iuran BPJS akan kembali pada tarif awal sebelum Perpes tersebut dikeluarkan oleh Presiden.
Bagaimana dengan Iuran BPJS yang sudah dibayarkan?
Dengan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan berarti pemerintah harus mengembalikan uang yang sempat dibayarkan- EKRUT
Dengan adanya pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini, masyarakat kembali bingung dengan uang iuran yang sudah sempat dibayarkan untuk bulan Januari dan Februari lalu. Akankah uang itu dikembalikan?
Melky Laka Lena selaku Wakil Ketua Komisi IX DPR mengatakan bahwa sistem skema pengembalian uang tersebut tentunya harus dipikirkan dalam kebijakan dari pihak BPJS Kesehatan sendiri.
Terlebih pihak BPJS Kesehatan juga sudah memiliki data tentang siapa saja yang telah membayar iuran baik itu dari pihak perseorangan, perusahaan, hingga pihak penerima bantuan iuran dari pemerintah.
Menurut Melky yang terpenting adalah skema pengembalian itu jangan sampai merugikan pihak BPJS dan pengguna BPJS Kesehatan.
Sementara Dewi Aryani, anggota Komisi IX DPR mengkritisi momentum ini. Menurutnya pengembalian iuran ini tidak mudah dilakukan sehingga pemerintah harus segera mencari cara yang tepat.
Dewi juga mengkritik bahwa pengembalian iuran ini jangan sampai menimbulkan kegaduhan di masyarakat seperti kegaduhan saat kebijakan kenaikan BPJS Kesehatan pertama kali diumumkan.
Permasalahan BPJS Kesehatan yang harus kamu tahu
Permasalahan dari BPJS salah satunya bermula dari bayaran BPJS yang selalu tidak dibayarkan oleh pengguna-EKRUT
Memang sejak didirikan pada 2014 BPJS sudah mengalami banyak permasalahan. Salah satunya praktik curang yang dihadapi oleh masyarakat, dimana sekelompok masyarakat memanfaatkan program BPJS untuk berobat tanpa mau membayar iuran.
Akibatnya BPJS Kesehatan mengalami pembengkakan defisit yang diperkirakan pada 2024 nanti defisit BPJS mencapai sekitar Rp 77.8 Triliun.
Pihak dari BPJS Kesehatan sendiri belum menerima salinan putusan MA itu secara lengkap, sehingga belum bisa menanggapi isu ini.
Sementara itu, Said Iqbal selaku Ketua Konfederasi Serikat Pekerja mengatakan mendukung putusan tersebut. Ia mengatakan bahwa sebelumnya KSPI sendiri juga sudah turut mengajukan gugatan keberatan tersebut ke MA.
Bagaimana cara menghitung potongan gaji setelah BPJS dan lain-lain?
Pekerja penerima upah badan usaha dikenakan iuran sebanyak 5 persen dari total gaji per bulan-EKRUT
Topik kenaikan BPJS Kesehatan memang sempat memancing reaksi banyak orang, termasuk karyawan. Pasalnya, BPJS Kesehatan merupakan salah satu komponen pemotong gaji bulanan karyawan.
Untuk penghitungannya sendiri, kategori Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU) dikenakan iuran sebesar 5 persen dari total upah yang diterima per bulannya untuk iuran BPJS Kesehatan.
Rinciannya 4 persen ditanggung perusahaan dan 1 persennya ditanggung oleh karyawan.
Contoh, bila kamu menerima gaji sebesar RP 7.000.000, maka kamu harus membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp 70.000, sementara sisanya akan ditanggung perusahaan.
Adapun fasilitas kesehatan yang diterima berbeda setiap orangnya tergantung dengan gaji yang didapatkan.
Karyawan yang gajinya mencapai batas Rp 4 juta per bulan berhak mendapatkan fasilitas kesehatan kelas II, sementara karyawan yang memiliki gaji mencapai Rp 4 juta sampai Rp 8 juta berhak mendapatkan fasilitas kesehatan kelas I.
Rekomendasi Bacaan: