startup

Belajar Coding tidak harus jadi Programmer

Published on
Min read
7 min read
time-icon
Maria Yuniar

Experienced Content Editor with a demonstrated history of working in the information technology and services industry. Skilled in News Writing, Headline Writing, Breaking News, Editing, and Feature Writing. Strong media and communication professional with a Graduate focused in Applied English Linguistics from Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

markoding-adalah-EKRUT.jpg

Jumlah pengangguran di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2018 tercatat 6,87 juta orang.

Dari jumlah tersebut, lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) menjadi kontributor terbesar pengangguran, yaitu sebesar 8,92 persen, disusul lulusan Diploma I-III sebanyak 7,92 persen dan sekolah menengah atas (SMA) 7,19 persen, seperti dikutip detik.com

Gambaran mengenai angka pengangguran ini sudah mulai terlihat sejak 2016. Amanda Simandjuntak, seorang programmer lulusan Curtin University of Technology, Australia, tergerak untuk melakukan sesuatu bagi masyarakat, setelah kembali ke Tanah Air.

Amanda membangun Markoding untuk membantu remaja Indonesia keluar dari lingkaran pengangguran serta kemiskinan, melalui platform komunitas coding. Berikut ini petikan wawancara EKRUT dengan Amanda Simandjuntak, Co-founder dan CEO Markoding, platform komunitas online dan offline untuk mengajarkan bagi anak-anak muda marjinal di Indonesia.

Baca juga: Jangan sedih, sebagai pengangguran, ini kegiatan yang bisa kamu lakukan

Bagaimana sih awalnya kamu mendapatkan ide untuk membangun Markoding?

Ini bisa jadi cerita awal Markoding. Oh iya, Markoding itu singkatan Mari Kita Koding. Awalnya, karena background pendidikan saya computer science. Terus, saya juga seorang programmer. Selanjutnya, saya mendirikan perusahaan di bidang e-commerce consulting. Jadi, semuanya memang berhubungan dengan dunia programming, karena saja juga me-manage programmer. Core, specialty, dan pengalaman kerja saya memang di situ.

Nah, ini cerita berikutnya. Saya kemudian menjadi volunteer di komunitas House of Mercy (HOME) di daerah Cilincing Bakti, Jakarta Utara. Itu semacam rumah singgah. Saya awalnya mengajar matematika dan Bahasa Inggris. Di sana saya menemukan satu hal yang sangat unik. Anak-anak di sana memang hidup dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Tempat tinggal mereka di pinggir kali, sedih banget. Semuanya ga proper. Sanitasinya juga buruk. Kualitas udaranya ga bagus.

 


Sumber: facebook.com

Tapi, mereka semua ternyata tech savy! Tahu ga, mereka pada punya smartphone. Ini kita bicara soal anak kelas enam SD ya. Jadi, mereka punya smartphone, walaupun harganya Rp 200 ribu-Rp 300 ribuan. Itu smartphone-nya juga yang berwarna. Selain itu, di sana banyak warnet game. Itu jadi hiburan mereka. Dan itu murah banget, terjangkau buat mereka. Satu jamnya cuma Rp 2.000-Rp 3.000.

Seperti apa warnet di sana?

Spek komputer warnet-warnet game di sana itu bagus. Speknya tinggi. Bayangin deh, padahal itu di pinggir kali lho! Anak-anak di sana senang banget. Anak laki-laki biasanya main online game. Kalau anak perempuan, pada suka nonton video YouTube, main Facebook sama Instagram. Semuanya pada punya akun Facebook dan sangat aktif.

Dari situ saya dapat ide. Kenapa habit mereka ini ga diconvert? Daripada mereka hanya bermain social media dan gaming, kan bisa ditransform jadi sesuatu yang educational. Nah, karena background saya programming, maka saya berpikir, kenapa ga programming aja? Ya sudah, saya mengajarkan mereka coding. Awalnya di situ.

Tapi, kenapa coding?

Kenapa coding? Karena pertama, itu bisa menjadi jalan keluar mereka dari siklus kemiskinan. Mereka sudah punya resources, punya smartphone. Warnet juga ada. Kedua, itu lagi high on-demand banget. Semua company di Jakarta itu butuh. Saya pernah baca data statistik. Banyak lulusan SMA dan SMK jadi pengangguran. Artinya, mereka unqualified, ga punya skill untuk mendapat pekerjaan, atau ga punya uang untuk melanjutkan ke universitas. Akhirnya mereka ga bisa ngapa-ngapain.

Baca juga: 6 Tips mudah belajar coding untuk pemula, kamu sudah tahu?

 


Amanda Simandjuntak, Co-founder dan CEO Markoding
Sumber: LinkedIn.com

Kenapa coding? Karena coding bisa dipelajari dengan gratis, dari Internet. Cari-cari saja, itu bisa sebenarnya kalau mereka memang niat. Selain itu, untuk bisa dihire company, mereka cuma harus punya skill dan portofolio yang bagus. Itu cukup. Mungkin ada company yang melihat almamater, tapi ada juga yang ga. Asal skillnya bagus. Mereka bisa acquire skill itu dengan belajar sendiri, otodidak.

Apa sih yang bisa mereka dapatkan dari coding?

Kalau yang saya rasakan secara pribadi, coding membuat saya menjadi decision maker dan problem solver yang lebih baik. Karena itu sebenarnya belajar logika. Jadi dengan belajar coding, mereka ga harus jadi programmer nantinya. Jadi apa pun juga, itu bisa membuat mereka bisa berpikir lebih efisien. Mereka bisa menyelesaikan masalah besar, dan berpikir lebih efisien. Di Amerika Serikat, coding atau computational thinking sudah mulai dianjurkan masuk di kurikulum TK.


Dok. Markoding

 

Ya bukan coding yang ribet. Tapi, logicnya sudah mulai diajarkan dari TK. Logika coding itu kalau mau ditarik ke atasnya lagi kan sebenarnya computational thinking. Itu cara berpikirnya, yang sebenarnya penting. Itu yang bisa bikin mereka berpikir lebih terstruktur.

Jadi, apa yang Anda ajarkan lewat Markoding?

Nah, ide Markoding ini muncul supaya kami bisa mematahkan si siklus kemiskinan itu. Dengan intervensi saat mereka SMA, kami kasih tool kit sebagai bekal. Kami ajari, dasar-dasar coding. Terus kami cerita, mereka bisa jadi apa saja kalau paham coding. Kami beri learning resources dan juga siapin mentornya. 

Jadi, relawan-relawan mentor akan membimbing mereka dalam mentoring, serta secara online. Kami juga bikin komunitas online. Mereka bisa tanya jawab online kalau ada yang ga dimengerti.

Kamu memang sudah lama mempelajari coding?

Saya mulai belajar coding waktu SMA, tahun 2000an. Belajar sendiri waktu itu. Terus belajar secara formal, baru benar-benar pas kuliah. Nah, itu saya saya rasakan banget. Sejak bisa coding, saya bisa menyelesaikan masalah dan berpikir dengan lebih efisien. Lebih hemat waktu. Makanya, saya kasih anak-anak di Cilincing itu kemampuan coding ini. Sebagai bekal buat mereka, berupa skill yang memang langsung bermanfat. Seperti orang-orang bilang juga, coding itu skill di 21st century ini, yang banyak dibutuhkan.

Bagaimana kamu membiayai kegiatan Markoding?

Markoding umurnya belum setahun. Sejauh ini, biaya untuk kegiatannya masih mengandalkan personal network. Sekarang sih memang cari funding. Karena kami bentuknya masih non-profit, kami cari funding dari grant dan corporate social responsibility (CSR). Ke depannya, kami ingin jadi social enterprise.

Siapa saja target Markoding?

Kami berencana masuk ke komunitas-komunitas marjinal di Jabodetabek dulu. Kenapa Jabodetabek? Karena para mentor yang kami rekrut, domisilinya di Jabodetabek. Tapi ke depannya, kami mau masuk, terutama ke urban area di Indonesia. Karena yang mau kami sasar itu urban poverty. Termasuk daerah-daerah terpinggir di Indonesia, dengan koneksi Internet dan banyak warnet. Ini sudah ada potensinya, dan jumlahnya banyak banget.

 


Sumber: facebook.com

Dari survei tahun 2016, profilnya seperti itu. Anak-anak muda di daerah urban, jumlahnya empat juta orang. Seiring pertumbuhan penetrasi Internet, jumlah remaja juga naik.

Bagaimana caranya agar anak-anak muda di di daerah pinggiran tertarik belajar coding?

Kami bikin antisipasi sejak awal, biar mereka ga menolak. Di awal, kami bikin sharing session sebelum belajar. Kami undang programmer atau pemilik agency yang merekrut programmer. Mereka sharing, dengan coding, anak-anak muda bisa jadi apa saja. Gajinya segini. Nah, mereka termotivasi tuh! Ada kisah sukses programmer juga. Itu bikin mereka tertarik.

Baca juga: Ini 5 manfaat coding untuk masa depanmu

Dalam sepuluh tahun ke depan, apa yang ingin dilakukan Markoding?

Kami sih untuk jangka panjangnya, mau bikin social learning platform. Kami pingin buat yang terintegrasi antara offline dan online, untuk belajar coding. Tujuannya, agar mereka nantinya bisa jadi programmer yang siap pakai, dan kami hubungkan ke perusahaan-perusahaan. Aspirasi kami seperti itu.

Terima kasih Amanda, sudah membagikan semangat Markoding bersama EKRUT. Semoga Markoding bisa semakin banyak menjangkau anak muda Indonesia lewat coding!

Markoding adalah EKRUT

0

Tags

Share

Apakah Kamu Sedang Mencari Pekerjaan?

    Already have an account? Login

    Artikel Terkait

    peran_dan_tugas_vp_business_development_EKRUT.jpg

    Expert's Corner

    Mengulik peran dan tugas VP Business Development dari Bahaso

    Nur Lella Junaedi

    30 September 2022
    4 min read
    kisah-pengusaha-sukses-EKRUT.jpg

    Expert's Corner

    5 Kisah pengusaha sukses di bidang teknologi yang menginspirasi

    Nur Lella Junaedi

    30 September 2022
    5 min read
    perusahaan-yang-bergabung-dengan-EKRUT-minggu-ini.jpg

    Expert's Corner

    Catat, ini 3 perusahaan yang bergabung dengan EKRUT minggu ini

    Tsalis Annisa

    28 September 2022
    4 min read

    Video